Selasa, 19 Februari 2013

SEJARAH SINGKAT KERAJAAN DAYEUHLUHUR (Bagian 3)

CERITA  SINGKAT  KERAJAAN DAYEUHLUHUR
( Bagian 3 )
Oleh: Drs. Dadang Hermawan dan S.I. Fredyansah

G. RINEKSA PANCA SATYA
     Rineksa Panca Satya merupakan dasar falsafah  dan jadi pedoman kehidupan di kerajaan Dayeuhluhur. Rineksa Panca Satya diucapkan pertama kali pada waktu penobatan Gagak Ngampar sebagai seorang raja di istana Salang Kuning.
Rineksa Panca Satya dapat diartikan secara harfiah sebagai berikut:
-       RINEKSA  : berasal dari akar kata ‘reksa’ yg berarti memperhatikan sungguh-sungguh, dan mendapat sisipan ‘in’. Sehingga Rineksa bermakna berbagai upaya untuk mencurahkan perhatian dengan sungguh-sungguh.
-       PANCA      : lima
-       SATYA       : janji
Sehingga secara keseluruhan Rineksa Panca Satya bermakna berbagai upaya untuk mencurahkan perhatian dengan sungguh-sungguh terhadap lima janji.
    
1.  Satya pertama : ‘ANDIKA KUDU APAL RAGRAG NA KALAKAY DI WALUNGAN CIJOLANG NEPI KA WALUNGAN GEDE’
Dalam bahasa Indonesia:
‘Kamu harus mengetahui gugurnya daun kering di sungai Cijolang sampai sungai besar’
‘Sungai besar’ yang dimaksud disini adalah Segara Anakan.

Falsafah yang terkandung:
     Dalam menjalani kehidupan, khususnya berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab, kita harus mengetahui segala yang berkenaan dengan tugas dan tanggung jawab tersebut sampai hal yang sekecil-kecilnya. Satya pertama ini menghendaki manusia untuk manjadi orang yang berpikir luas dan menyeluruh, bersikap adil, dan bijaksana.

2.  Satya kedua : ‘ANDIKA ULAH TANGGAH KA GUNUNG, TAPI KUDU TUNGKUL KA LAUT JEUNG SING JADI SAGARA KAHIRUPAN’
Dalam bahasa Indonesia:
‘Kamu jangan tengadah ke gunung, tetapi harus menunduk ke laut dan hendaknya menjadi lautan kehidupan’
Falsafah yang terkandung:
     Orang tidak boleh sombong, tetapi sebaiknya mesti rendah hati, menyejukkan, dan berkenan menampung segala permasalahan orang lain dan memberikan bantuan selagi kita masih menjalani kehidupan.

3.   Satya ketiga : ‘ANDIKA ULAH NGALEUTIKEUN HATE BATUR KOMO NGAHINA BISI MANTAK SIAL’
Dalam bahasa Indonesia:
‘Kamu jangan mengecilkan hati orang lain, apalagi menghina sebab dapat menyebabkan sial’
Falsafah yang terkandung:
     Orang tidak boleh menyepelekan, apalagi menghina orang lain. Sebab hinaan tersebut bisa saja suatu ketika berbalik dan membuat kesialan bagi orang yang menghina. Hendaknya kita memperlakukan orang lain dengan baik sebagaimana kita ingin diperlakukan demikian.

4.  Satya keempat : ‘ANDIKA KUDU SARE BARI NYARING JEUNG NYARING BARI SARE’
Dalam bahasa Indonesia:
‘Kamu harus tidur dalam bangun, dan bangun dalam tidur’
Falsafah yang terkandung:
     Orang janganlah terlena oleh suatu keadaan. Malainkan harus waspada dan selalu bersiap atas segala kemungkinan, tetapi itu pun jangan membuat seseorang menjadi terbebani secara berlebihan. Harus pandai membawa diri dan bersikap dalam situasi yang berbeda-beda.

5.  Satya kelima : ‘LEMAH CAI JEUNG SAEUSINA ALAM IEU TEH GETIH JEUNG NYAWA ANDIKA ANU KUDU DIPUSTI-PUSTI JEUNG DIAGUNGKEUN’
Dalam bahasa Indonesia:
‘Tanah air dan seisi alam ini adalah darah dan nyawa kamu yang harus dirawat dan diagungkan’
Falsafah yang terkandung:
Orang harus mencintai, menghargai, serta mampu merawat tanah airnya sendiri dan juga alam seisinya sebab semua itu adalah bagian dari kehidupan. Janganlah melupakan asal-usul, apalagi merusak.
     Jika diperhatikan, direnungkan, dan dihayati sungguh-sungguh dari mulai judul sampai satya terakhir, maka Rineksa Panca Satya masih relevan sebagai pedoman dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat. Oleh karena itu falsafah bernilai luhur ini seyogyanya dapat dijadikan pegangan dalam kehidupan oleh siapapun.

H. TEMPAT KERAMAT DI DAYEUHLUHUR

1)  ARYA SALINGSINGAN/RADEN PERWATASARI
     Beliau adalah seorang adipati Kawali yang berasal dari Panjalu. Pada masa hidupnya, Raden Perwatasari adalah seorang yang menentang pendudukan Belanda. Beberapa kali beliau melakukan perlawanan, tetapi karena perbedaan kekuatan yang jauh, akhirnya beliau kalah dan hidup berpindah-pindah demi menghindari kejaran Belanda. Hingga akhirnya Raden Perwatasari dapat ditangkap di Aria (sebuah dusun di Desa Bingkeng, Kecamatan Dayeuhluhur sekarang).
     Selama dalam pengejaran, sebenarnya Raden Perwatasari sering berpapasan (pasalingsingan; bhs. sunda) dengan patroli Belanda, namun tidak ketahuan. Dari kejadian tersebut (berpapasan/pasalingsingan) akhirnya Raden Perwatasari mendapat julukan Arya Salingsingan.
     Raden Perwatasari dimakamkan di Dusun Aria, Desa Bingkeng, Kecamatan Dayeuhluhur sekarang. Di komplek pemakaman tersebut dikuburkan pula beberapa orang pengikut beliau. Makam Raden Perwatasari tersebut pernah dicari dan dikunjungi pihak Pemda Cianjur. Menurut orang Cianjur, Raden Perwatasari adalah pejuang dan pahlawan kabupaten Cianjur yang akan diusulkan menjadi pahlawan nasional.

2)  SABAKINGKIN
     Adalah sebuah komplek pekuburan di tengah sawah di sebelah barat lapangan Sabakingkin. Alkisah setelah kekalahan Sultan Ageng Tirtayasa - Banten dalam pertempuran melawan Sultan Haji yang dibantu Belanda, seorang yang sakti dari pihak Sultan Ageng Tirtayasa merasa kecewa atas peristiwa tersebut dan merantau ke timur, ke daerah di mana banyak kerajaan yang menentang Belanda. Hingga akhirnya orang ini sampai ke wilayah kerajaan Dayeuhluhur dan diterima oleh raja. Bahkan dipersilahkan memilih tempat tinggal yang dikehendaki. Konon kesaktian orang ini adalah lidahnya dapat menjulur sangat panjang dan dapat dipergunakan pada pertempuran. Orang ini kemudian meninggal di kemudian hari di tempat yang dipilihnya.
     Nama Sabakingkin berasal dari dua suku kata, yaitu ‘saba’ yg artinya pergi, dan ‘kingkin’ yang artinya sangat sedih. Keramat Sabakingkin sampai sekarang masih banyak dikunjungi oleh orang-orang yang menghendaki kesaktian.

I.    CERITA LAIN
     SURADIKA
     Zaman dahulu, kerajaan Dayeuhluhur menganut agama Hindu. Sedangkan pada waktu itu pula berkembang kesultanan Cirebon yang menganut agama Islam. Sultan Cirebon berkeinginan untuk mengembangkan wilayah sekaligus syiar agama ke kerajaan Dayeuhluhur. Maka diutuslah orang yang memiliki kesaktian yang bernama Suradika. Beliau diperkirakan diutus ke Dayeuhluhur antara zaman pemerintahan Prabu Arsagati atau Prabu Raksagati. Suradika datang ke kerajaan Dayeuhluhur menuju istana dan menantang raja Dayeuhluhur untuk mengadu kesaktian.
     Adu kesaktian pertama yang dilakukan oleh kedua orang tersebut adalah lomba makan. Pertandingan tersebut dilaksanakan di halaman karaton dan disaksikan oleh pembesar serta rakyat kerajaan Dayeuhluhur. Suradika diberi hidangan dengan lauk daging ayam, sementara sang Prabu makan dengan lauk daging kambing. Ketika lomba tersebut berlangsung, terjadilah keanehan. Daging ayam dalam hidangan Suradika ternyata mengeluarkan suara berkokok, sedangkan daging kambing yang dimakan Raksagati bersuara seperti kambing mengembik. Atas kejadian itu, adu kekuatan yang pertama ini dianggap seimbang.
     Kemudian dilakukan adu kekuatan yang kedua, yaitu memasang bubu (perangkap ikan) di halaman istana yg tidak ada airnya. Suatu kejaiban, di halaman istana yang tidak berair itu bubu sang Prabu ternyata berhasil menangkap ikan. Tetapi lebih ajaib lagi,  bubu Suradika ternyata berhasil menangkap putri sang Prabu. Dengan kejadian itu, sang Prabu kemudian menyatakan diri kalah, dan sebagai imbalan, Suradika kamudian ditikahkan dengan putri yang terperangkap bubunya tersebut. Suradika lalu diangkat menjadi pejabat kerajaan.
     Nama Suradika masih disebut-sebut di daerah-daerah Kaso, Bingkeng, Panulisan (daerah persawahan) di sisi sungai Cijolang. Menurut masyarakat di daerah itu, Suradika berjasa membuka areal persawahan di beberapa tempat di sisi sungai Cijolang. Setelah meninggal, Suradika dimakamkan di Cicadas, Malabar, kecamatan Wanareja sekarang.

Sumber-sumber referensi:
1.       Tabloid Gosana
2.      Buku Kerajaan-kerajaan Di Tatar Sunda
3.      Buku Sejarah Cilacap terbitan tahun 1975 dan 2011
4.      Buku Sejarah kabupaten Ciamis
5.      Lembaran Silsilah kerajaan Dayeuhluhur versi keturunan Mataram
6.      Narasumber lain:
-          Keturunan asli Dayeuhluhur
-          Keluarga kuncen pasarean Makam Jangkung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar