SEJARAH
SINGKAT DUSUN CIKADU
Ditulis oleh: Ojo Sutarjo
Pada 2 Mei 2012
Dipadatkan oleh: S.i. Fredyansah
ASAL USUL
“Nyukcruk galur nu kapungkur
nutur-nutur pituah para karuhun, mapay carita nu baheula siloka para pujangga,
ngudag-ngudag silsilah dusun Cikadu supaya bale betah di kampung Cikadu nu ka
auban ku Dayeuhluhur ngabanding ka kabuyutan. Mieling Cikadu lembur kuring nu
diaping cai kahuripan, ngamumule sejarah para karuhun pieling kangge anak
putu.”
Nama Cikadu berasal dari dua kata
yaitu ‘Ci’ yang artinya air dan ‘Kadu’ yang berarti ‘harus’ (kudu). Dari
kedua kata tersebut nama Cikadu diartikan sebagai tempat yang harus ada airnya.
Dusun Cikadu sendiri merupakan bagian dari Desa Bingkeng, Kecamatan
Dayeuhluhur. Daerah ini berbatasan langsung dengan wilayah propinsi Jawa Barat.
Batasnya dengan Jawa Barat adalah sungai Cijolang dan Cikadu sendiri
dikelilingi pegunungan, diantaranya Gunung Guntayang, Goci, Cikerud, Ciajag,
Kutaremis, dan Matenggeng. Beberapa sungai yang melintasi wilayah ini adalah sungai
Cikadu, Cikerud, Cimaranggi, Cilalay, Cigeuneuk, Cikubang, Cikidang, dan
Cingirib yang semuanya bermuara di sungai Cijolang.
Batas-batas wilayah Cikadu adalah
sebagai berikut:
ü Sebelah
barat : Sungai Cijolang
ü Sebelah
selatan : PTPN IX (Desa Matenggeng)
ü Sebelah
timur : Desa Dayeuhluhur
ü Sebelah
utara : Dusun Pasirmanggu
Cikal bakal perkampungan Cikadu
adalah seorang pejuang pada periode perang Diponegoro yang berasal dari
Cirebon. Namanya adalah Sura Dikarta atau biasa dikenal dengan nama Eyang
Sanjan.
Setelah membantu pada perang
Diponegoro dan kembali ke Cirebon, Sura Dikarta kemudian memutuskan untuk
merantau sampai tempat yang kemudian disebut Goci. DI tempat inilah Sura
Dikarta mendirikan perkampungan dan tinggal disana dengan 4 orang putra:
- Eyang
Laspan
- Eyang
Sapyan
- Eyang
Karamat
- Eyang
Kasdian
Pesan beliau pada para putranya
adalah agar jangan sampai ‘ngagurit kagagahan’ atau mempelajari ilmu kesaktian.
Sura Dikarta (Eyang Sanjan) meninggal di Goci demikian juga istrinya. Komplek
kuburan beliau kemudian dijadikan ‘karamat’ yang kemudian diberi nama Karamat
Goci dan masih terus dipelihara masyarakat sekitar secara khusus sebulan sekali
sampai sekarang setiap Selasa Kliwon.
Anak-keturunan Sura Dikarta inilah
yang menjadi mayoritas penduduk dusun Cikadu. Pada sekitar tahun 1889 sistem
pemerintahan mulai dipakai di Cikadu.
SILSILAH
PEMERINTAHAN DUSUN CIKADU
- Kadus Darsan (±1889-1901)
Kepala
Dusun pertama, merupakan salah satu diantara 13 Kepala Keluarga (KK) yang awal mendiami
Cikadu. Waktu itu komplek perkampungan masih berada di sekitar Karamat Goci.
- Kadus Karsam alias Arsasentana (1901-1902)
Kepala
Dusun kedua. Memerintah hanya 1 tahun karena meninggal dunia. Penduduk Cikadu
waktu itu sudah menjadi 21 Kepala Keluarga. Pada masa Kadus Karsam ada seorang tokoh
yang menyebarkan agama Islam yaitu Eyang Wirakardam. Beliau konon menuntut ilmu
di Pasantren Kadu Gede Kuningan.
- Kadus Karsian (1902-1920)
Kepala
Dusun ketiga. Pada masa itu masyarakat sudah terkena kewajiban kerja rodi
membuat jalan dari Warungbatok sampai Majenang dan membuat jalan kereta api
dari Meluwung sampai Banjar. Jumlah penduduk pada zaman Kadus Karsian sekitar
30 KK.
- Kadus Ralem (1920-1941)
Kepala
Dusun keempat. Jumlah penduduk Cikadu sekitar 40 KK. Pada masa ini sistem
pemerintahan sudah mulai tertata dan jaga malam (ronda) sudah rutin dilakukan.
Kesenian tradisional seperti seni ibing, pantun dan kecapi mulai dikembangkan.
- Kadus Darwian (1941-1954)
Kepala
Dusun kelima. Masa transisi penjajahan Jepang dan kemerdekaan membuat kehidupan
masyarakat sulit, hasil pertanian dan harta benda diambil dengan paksa.
Penduduk Cikadu sudah mencapai 70 KK. Pada waktu itu romusha ikut diterapkan di
Cikadu. Para warga Cikadu diantaranya ada yang melakukan kerja paksa di Goa
Basma-Desa Cilumping.
- Kadus Suhatmi (1954-1962)
Kepala
Dusun keenam. Tahun-tahun ini merupakan tahun kerusuhan DI/TII. Sekitar 120
Kepala Keluarga mengungsi ke dua lokasi yaitu Pasirmanggu dan Cirateun.
Rawannya keadaan membuat masyarakat terpaksa membangun benteng bambu setebal 7
lapis disekeliling lokasi pengungsian.
- Kadus Wiharna (1962-1964)
Kepala
Dusun ketujuh. Pada masa beliau warga mulai keluar dari pengungsian dan menyebar
membangun rumah di tanah masing-masing. Lembur Kolot (daerah sekitar Karamat
Goci) lalu ditinggalkan. Balai Dusun dengan atap alang-alang mulai dibangun.
Sektor irigasi pertanian mulai dibenahi. Sekolah Rakyat (SR) pun sudah mulai
diadakan di Dusun Pasirmanggu.
- Kadus Karsudin (1965-1972)
Kepala
Dusun kedelapan. Pada tahun ini meletus G-30-S PKI yang membuat keadaan warga
kembali jadi resah. Namun demikian masyarakat masih dapat melakukan kerja bakti
pembangunan jalan-jalan desa. Balai Dusun dengan atap genteng pun mulai
dibangun. Kadus Karsudin yang mencintai sepak bola meninggalkan jasa yaitu
sebuah lapangan sepak bola dan membawa tim kesebelasan Dusun Cikadu (PERSIC)
menjadi juara 1 tingkat kecamatan Dayeuhluhur. Prestasi yang hebat pada waktu
itu.
- Kadus Sumiryo (1974-1984)
Kepala
Dusun kesembilan. Memimpin Cikadu setelah terjadi kekosongan kadus selama 2
tahun. Jumlah penduduk waktu itu sekitar 205 KK. Pembangunan yang dilakukan
waktu itu diantaranya:
- Membuat
jalan penghubung Cikadu-Ciheulang
- Pembangunan
Balai Dusun secara permanen
- Pembangunan
masjid Dusun
- Pembangunan
Sekolah Dasar (sekarang SD N Bingkeng 03)
- Kadus Nurdin (1986-2010)
Kepala
Dusun kesepuluh. Kadus Nurdin merupakan anak Kadus Suhatmi (Kadus ke-6).
Pembangunan fisik pada periode ini meningkat pesat. Masyarakat Cikadu sudah
bisa menikmati listrik. Pembangunan instalasi air bersih pun dilakukan. Karamat
Eyang Sanjan direnovasi.
- Kadus Warto (2010-...)
Kepala
Dusun kesebelas. Beliau merupakan anak Kadus Wiharna (Kadus ke-7). Pemilihan
kadus dilakukan secara langsung oleh masyarakat.
Pembangunan
yang pesat rupanya menuntut pengorbanan yang besar dari masyarakat. Dengan
adanya rencana pembangunan bendungan Matenggeng yang merupakan bendungan
terbesar se-Asia Tenggara, maka hampir bisa dipastikan bahwa Karamat
Goci/Karamat Eyang Sanjan akan tenggelam karena naiknya permukaan air
bendungan.
BIOGRAFI
PENULIS
Nama :
Ojo Sutarjo
TTL :
Cilacap, 31-12-1943
Pendidikan :
- SD
Pasirmanggu (1953-1959)
- SMP
Majenang (1959-1962)
Pekerjaan :
- PTP
Dwikora, Pasir Kopo – Banten; 1965-1967
- PTP
Ciseru-Cipari (JW Watie); 1967-1991
- Setelah
pensiun mendirikan CV Alaska yang bergerak dalam jual-beli & pengolahan
getah karet
mohon kepada siapa saja, khususnya kepada admin blog ini, jangan sembarangan mempublikasikan karya tanpa izin. Buku itu saya cetak hanya untuk kalangan tertentu. Bukan saya melarang orang lain tahu, tapi sebaiknya izin dulu sama penerbit. Pada dasarnya saya setuju kalau anda turut memperhatikan tentang tulisan sejarah tsb. Tapi tolong perhatikan kode etik tentang republishing sebuah karya. 082317923142
BalasHapuskeun we atuh Kang. . .semakin banyak di publish semakin banyak di baca etang nyukcruk galur neang carita baheula pikeun nambahan pengetahuan generasi ayeuna anu tos poekeun obor sajarah karuhun na.
BalasHapuswalah penulisnya aki saya :o ga nyangkaaa
BalasHapusTerima kasih informasi ini...semoga Desa Desa lain di Pemerintah Kabupaten Cilacap bisa shere sperti ini. tk
BalasHapus