Selasa, 08 Oktober 2013

SEJARAH SINGKAT DUSUN CIKADU - DESA BINGKENG - DAYEUHLUHUR



SEJARAH SINGKAT DUSUN CIKADU
Ditulis oleh: Ojo Sutarjo
Pada 2 Mei 2012

Dipadatkan oleh: S.i. Fredyansah

ASAL USUL
“Nyukcruk galur nu kapungkur nutur-nutur pituah para karuhun, mapay carita nu baheula siloka para pujangga, ngudag-ngudag silsilah dusun Cikadu supaya bale betah di kampung Cikadu nu ka auban ku Dayeuhluhur ngabanding ka kabuyutan. Mieling Cikadu lembur kuring nu diaping cai kahuripan, ngamumule sejarah para karuhun pieling kangge anak putu.”

Nama Cikadu berasal dari dua kata yaitu ‘Ci’ yang artinya air dan ‘Kadu’ yang berarti ‘harus’ (kudu). Dari kedua kata tersebut nama Cikadu diartikan sebagai tempat yang harus ada airnya. Dusun Cikadu sendiri merupakan bagian dari Desa Bingkeng, Kecamatan Dayeuhluhur. Daerah ini berbatasan langsung dengan wilayah propinsi Jawa Barat. Batasnya dengan Jawa Barat adalah sungai Cijolang dan Cikadu sendiri dikelilingi pegunungan, diantaranya Gunung Guntayang, Goci, Cikerud, Ciajag, Kutaremis, dan Matenggeng. Beberapa sungai yang melintasi wilayah ini adalah sungai Cikadu, Cikerud, Cimaranggi, Cilalay, Cigeuneuk, Cikubang, Cikidang, dan Cingirib yang semuanya bermuara di sungai Cijolang.
Batas-batas wilayah Cikadu adalah sebagai berikut:
ü  Sebelah barat          : Sungai Cijolang
ü  Sebelah selatan        : PTPN IX (Desa Matenggeng)
ü  Sebelah timur          : Desa Dayeuhluhur
ü  Sebelah utara          : Dusun Pasirmanggu

Cikal bakal perkampungan Cikadu adalah seorang pejuang pada periode perang Diponegoro yang berasal dari Cirebon. Namanya adalah Sura Dikarta atau biasa dikenal dengan nama Eyang Sanjan.
Setelah membantu pada perang Diponegoro dan kembali ke Cirebon, Sura Dikarta kemudian memutuskan untuk merantau sampai tempat yang kemudian disebut Goci. DI tempat inilah Sura Dikarta mendirikan perkampungan dan tinggal disana dengan 4 orang putra:
-       Eyang Laspan
-       Eyang Sapyan
-       Eyang Karamat
-       Eyang Kasdian
Pesan beliau pada para putranya adalah agar jangan sampai ‘ngagurit kagagahan’ atau mempelajari ilmu kesaktian. Sura Dikarta (Eyang Sanjan) meninggal di Goci demikian juga istrinya. Komplek kuburan beliau kemudian dijadikan ‘karamat’ yang kemudian diberi nama Karamat Goci dan masih terus dipelihara masyarakat sekitar secara khusus sebulan sekali sampai sekarang setiap Selasa Kliwon.
Anak-keturunan Sura Dikarta inilah yang menjadi mayoritas penduduk dusun Cikadu. Pada sekitar tahun 1889 sistem pemerintahan mulai dipakai di Cikadu.

SILSILAH PEMERINTAHAN DUSUN CIKADU
  1. Kadus Darsan (±1889-1901)
Kepala Dusun pertama, merupakan salah satu diantara 13 Kepala Keluarga (KK) yang awal mendiami Cikadu. Waktu itu komplek perkampungan masih berada di sekitar Karamat Goci.

  1. Kadus Karsam alias Arsasentana (1901-1902)
Kepala Dusun kedua. Memerintah hanya 1 tahun karena meninggal dunia. Penduduk Cikadu waktu itu sudah menjadi 21 Kepala Keluarga. Pada masa Kadus Karsam ada seorang tokoh yang menyebarkan agama Islam yaitu Eyang Wirakardam. Beliau konon menuntut ilmu di Pasantren Kadu Gede Kuningan.

  1. Kadus Karsian (1902-1920)
Kepala Dusun ketiga. Pada masa itu masyarakat sudah terkena kewajiban kerja rodi membuat jalan dari Warungbatok sampai Majenang dan membuat jalan kereta api dari Meluwung sampai Banjar. Jumlah penduduk pada zaman Kadus Karsian sekitar 30 KK.

  1. Kadus Ralem (1920-1941)
Kepala Dusun keempat. Jumlah penduduk Cikadu sekitar 40 KK. Pada masa ini sistem pemerintahan sudah mulai tertata dan jaga malam (ronda) sudah rutin dilakukan. Kesenian tradisional seperti seni ibing, pantun dan kecapi mulai dikembangkan.

  1. Kadus Darwian (1941-1954)
Kepala Dusun kelima. Masa transisi penjajahan Jepang dan kemerdekaan membuat kehidupan masyarakat sulit, hasil pertanian dan harta benda diambil dengan paksa. Penduduk Cikadu sudah mencapai 70 KK. Pada waktu itu romusha ikut diterapkan di Cikadu. Para warga Cikadu diantaranya ada yang melakukan kerja paksa di Goa Basma-Desa Cilumping.

  1. Kadus Suhatmi (1954-1962)
Kepala Dusun keenam. Tahun-tahun ini merupakan tahun kerusuhan DI/TII. Sekitar 120 Kepala Keluarga mengungsi ke dua lokasi yaitu Pasirmanggu dan Cirateun. Rawannya keadaan membuat masyarakat terpaksa membangun benteng bambu setebal 7 lapis disekeliling lokasi pengungsian.

  1. Kadus Wiharna (1962-1964)
Kepala Dusun ketujuh. Pada masa beliau warga mulai keluar dari pengungsian dan menyebar membangun rumah di tanah masing-masing. Lembur Kolot (daerah sekitar Karamat Goci) lalu ditinggalkan. Balai Dusun dengan atap alang-alang mulai dibangun. Sektor irigasi pertanian mulai dibenahi. Sekolah Rakyat (SR) pun sudah mulai diadakan di Dusun Pasirmanggu.

  1. Kadus Karsudin (1965-1972)
Kepala Dusun kedelapan. Pada tahun ini meletus G-30-S PKI yang membuat keadaan warga kembali jadi resah. Namun demikian masyarakat masih dapat melakukan kerja bakti pembangunan jalan-jalan desa. Balai Dusun dengan atap genteng pun mulai dibangun. Kadus Karsudin yang mencintai sepak bola meninggalkan jasa yaitu sebuah lapangan sepak bola dan membawa tim kesebelasan Dusun Cikadu (PERSIC) menjadi juara 1 tingkat kecamatan Dayeuhluhur. Prestasi yang hebat pada waktu itu.

  1. Kadus Sumiryo (1974-1984)
Kepala Dusun kesembilan. Memimpin Cikadu setelah terjadi kekosongan kadus selama 2 tahun. Jumlah penduduk waktu itu sekitar 205 KK. Pembangunan yang dilakukan waktu itu diantaranya:
-       Membuat jalan penghubung Cikadu-Ciheulang
-       Pembangunan Balai Dusun secara permanen
-       Pembangunan masjid Dusun
-       Pembangunan Sekolah Dasar (sekarang SD N Bingkeng 03)

  1. Kadus Nurdin (1986-2010)
Kepala Dusun kesepuluh. Kadus Nurdin merupakan anak Kadus Suhatmi (Kadus ke-6). Pembangunan fisik pada periode ini meningkat pesat. Masyarakat Cikadu sudah bisa menikmati listrik. Pembangunan instalasi air bersih pun dilakukan. Karamat Eyang Sanjan direnovasi.

  1. Kadus Warto (2010-...)
Kepala Dusun kesebelas. Beliau merupakan anak Kadus Wiharna (Kadus ke-7). Pemilihan kadus dilakukan secara langsung oleh masyarakat.

          Pembangunan yang pesat rupanya menuntut pengorbanan yang besar dari masyarakat. Dengan adanya rencana pembangunan bendungan Matenggeng yang merupakan bendungan terbesar se-Asia Tenggara, maka hampir bisa dipastikan bahwa Karamat Goci/Karamat Eyang Sanjan akan tenggelam karena naiknya permukaan air bendungan.

BIOGRAFI PENULIS
Nama           : Ojo Sutarjo
TTL              : Cilacap, 31-12-1943
Pendidikan    :
-       SD Pasirmanggu (1953-1959)
-       SMP Majenang (1959-1962)
Pekerjaan      :
-       PTP Dwikora, Pasir Kopo – Banten; 1965-1967
-       PTP Ciseru-Cipari (JW Watie); 1967-1991
-       Setelah pensiun mendirikan CV Alaska yang bergerak dalam jual-beli & pengolahan getah karet


4 komentar:

  1. mohon kepada siapa saja, khususnya kepada admin blog ini, jangan sembarangan mempublikasikan karya tanpa izin. Buku itu saya cetak hanya untuk kalangan tertentu. Bukan saya melarang orang lain tahu, tapi sebaiknya izin dulu sama penerbit. Pada dasarnya saya setuju kalau anda turut memperhatikan tentang tulisan sejarah tsb. Tapi tolong perhatikan kode etik tentang republishing sebuah karya. 082317923142

    BalasHapus
  2. keun we atuh Kang. . .semakin banyak di publish semakin banyak di baca etang nyukcruk galur neang carita baheula pikeun nambahan pengetahuan generasi ayeuna anu tos poekeun obor sajarah karuhun na.

    BalasHapus
  3. walah penulisnya aki saya :o ga nyangkaaa

    BalasHapus
  4. Terima kasih informasi ini...semoga Desa Desa lain di Pemerintah Kabupaten Cilacap bisa shere sperti ini. tk

    BalasHapus